Minggu, 11 September 2011

Introspeksi Diri

Dalam hidup ini, manusia diciptakan sempurna. Benarkah? Jika benar, apa alasannya? Bukankah setiap manusia pasti memiliki khilaf? Ya, dengan adanya khilaf itulah yang menyempurnakan manusia. Statement ini terinspirasi dari teman saya dan saya menyetujuinya.
Setiap orang memiliki 4 segi negatif, yaitu:
Pertama, dimana hal itu hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
Kedua, dimana hal itu diketahui oleh dirinya sendiri dan orang lain.
Ketiga, dimana hal itu hanya diketahui oleh orang lain.
Dan keempat, dimana hal itu hanya diketahui oleh Sang Pencipta tanpa disadari oleh dirinya sendiri maupun orang lain.

Saya menulis postingan ini karena saya jenuh harus mendapati diri saya berada di lingkungan yang dikelilingi orang - orang "siapa yang menyalahkan siapa". [Ini ceritanya saya lagi curhat] Bagi mereka setiap hari selalu membicarakan orang lain, terutama segi negatifnya, dan tidak jarang mereka selalu berprasangka buruk kepada orang lain. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa mereka jauh lebih buruk daripada keburukan orang yang mereka bicarakan. Hal itu bisa jadi dikarenakan mereka sudah terbiasa akan hal itu dan menganggapnya hal biasa. Setiap saya bertemu dengan orang orang semacam itu, saya terpaksa mendengar [MENDENGAR! Bukan mendengarkan, beda lho ya] celotehannya yang menurut saya sudah diluar batas persaudaraan. Kita sesama manusia bersaudara bukan? Mengapa kita saling mendendam? Mengapa harus menceritakan segala keburukan orang lain di hadapan orang banyak? Apa karena iri? Yeah, itulah penyakit hati yang sangat berbahaya.

Pada awalnya, saya hanya mendesah, ya sudahlah, mungkin si orang ini sedang tidak bisa mengendalikan emosinya. Namun ternyata bukan. Saya salah. Si orang itu tidak 'tidak bisa mengendalikan emosinya', namun memang begitulah sosoknya.
Hal kecil yang menurut saya 'sudahlah, buat apa dibicarakan', justru ia besar - besarkan. Seakan akan dia adalah pengacara yang membela korban agar terdakwa benar - benar kalah dalam pengadilan itu. Pernah saya diceritakan bahwa tetangga sebelah sangat cerewet. [Hey, wake up man! Siapa yang sebenarnya cerewet? Atau jika memang si tetangga itu cerewet, kenapa harus anda laporkan kepada saya? Bukankah anda sendiri juga cerewet?]


Dan yang paling membuat saya tidak menyukai orang semacam itu adalah, mereka merasa paling benar dengan apa yang sekarang menjadi prinsip mereka tanpa peduli nasihat orang lain. Saya tahu saya hanya orang kecil [Orang kecil beneran. Bukan orang kecil dalam tanda kutip. Saya masih berumur 17 tahun] dan saya tidak bisa melawan [ah bukan] menasihati anda! [yeah tepat!] Tentunya jika saya berbicara, anda tidak akan mendengarkan saya karena anda hanya ingin bercerita tanpa meminta tanggapan saya [Nyesek yah?]. Mereka mengaku umat beragama yang patuh terhadap setiap perintah dan menjauhi larangan Tuhannya. [Saya tidak percaya!] Sebaiknya kita berkaca dulu, apakah pantas kita mengaku menjadi ortang yang taqwa jika masih memakan bangkai saudara sendiri? Sejak saat itu, saya mulai berintrospeksi diri, apakah saya juga seperti mereka? Betapa memalukannya saya jika tanpa saya sadari saya juga telah melakukan hal seperti itu. Jadi pesan saya, selalu ingatlah kepada Tuhan [Bagi yang non atheis]. Karena saya yakin, semua agama mengajarkan umatnya untuk berbuat kebaikan dan hidup damai bersama orang lain. Betapa indanya dunia jika kita saling berintrospeksi diri dan mudah memaafkan.